Jumat, 21 Juli 2017

Membumikan Kebijakan Jokowi di Kutai Timur

Sebulan lalu, lintasan pertanyaan pikiran di kepala muncul, saat mewakili Ketua DPRD Kutim, di pertemuan seluruh Bupati, Sekda, dan Ketua DPRD se Indonesia, menghadiri presentasi Mendagri, Dirjen Keuda dan Dirjen Otda.
Intinya pemaparan, PP 18 tahun 2016 segera ditindaklanjuti dengan membentuk Peraturan Daerah (Perda). Perda apa? Perda struktur organisasi daerah. Lebih tepatnya (maknanya) Perda perampingan organisasi daerah.
Apakah ini adalah kebijakan murni dari Pak Jokowi sendiri? Belum tentu, tapi dampak dari kebijakan beliau sangat mungkin. Apa saja kebijakan pak Jokowi lainnya dan dampaknya?

Untuk tahu langkah seseorang, perlu tahu latar belakangnya. Jokowi dulunya adalah pengusaha mebel ekspor, level menengah, bukan UKM, bukan juga konglomerat.
Apa pikiran pengusaha terhadap pemerintah? Mayoritas berpikir bahwa, pertama: infrastruktur jalan, transportasi, pelabuhan masih memprihatinkan, kedua: terlalu banyak peraturan teknis yang sangat ribet dan seringkali jadi senjata oleh oknum untuk memperlambat sehingga mendapat sesuatu, ketiga: budaya upeti di pelabuhan dan lainya masih massif, dll.
Karena latar belakang sebagai praktisi, maka hemat saya, kebijakan Jokowi sebagai presiden bukan berdasar pada teori dari berbagai index, misalnya index pembangunan manusia, atau index-index lainya.
Karena praktisi bisnis, kebijakan Jokowi tidak jauh jauh dari hal-hal praktis, yang utama, antara lain:
  1. MENINGKATKAN INFRASTRUKTUR . Video yang sering jadi cemoohan “haters”, adalah kampanye Jokowi untuk membangun infrastruktur karena uangnya ada, tinggal mau apa tidak. Lupakan soal cemoohan, video itu membuktikan pikiran utama Jokowi adalah pembangunan infrastruktur. Realisasinya adalah meneruskan program tol Sumatera, pembangunan perbatasan, kilang minyak, pembangkit listrik 30.000 MW, dll.
  2. Dwelling time pelabuhan, beberapa kali Jokowi menekankan hal ini.
  3. Mencabut ribuan Perda dan aturan teknis yang menghambat investasi, dll.
Pembangunan Infrastruktur besar- besaran, apakah itu hal baik? Baik nantinya ke depan, tapi pahit saat menjalankannya. Ini seperti keluarga sedang membangun rumah, saat pembangunan perlu prihatin.
Apa dampaknya? Perlu duit banyak. Darimana? Langkah Pertama, menaikan target pendapatan.
Kedua, menghilangkan atau menekan biaya lainnya. Apa saja itu? Pertama Subsidi BBM, lalu subsidi listrik, lalu efesiensi biaya pegawai dari larangan rapat di hotel, penurunan standar perjalanan dinas, moratorium pengangkatan PNS.
Bahkan ada wacana setahun lalu pengurangan PNS hingga 2 juta. Itu hanya wacana, yang realita adalah perampingan jabatan PNS.
Kenapa perampingan struktur PEMDA itu sebagai dampak pembangunan infrastruktur? Karena, pengeluaran Negara atau daerah secara global terdiri dari 4 hal pokok.
Pertama, Belanja Rutin Pegawai (BP). Kedua, Biaya jasa dan barang (BJ) alias pengadaan. Ketiga, Belanja Modal (BM) alias pembangunan. Keempat, Bayar Utang.
Rumusnya, bila pemasukan sama, maka untuk menaikan angka BM adalah mengurangi Biaya Pegawai dan atau Barang Jasa. Maka terbitlah PP 18 tahun 2016, dengan ini PEMDA terpaksa bikin PERDA Struktur Organisasi yang baru, dengan dampak 15 sampai 25 persen jabatan di PEMDA tergusur.
Dampak lainya adalah moratorium tak resmi pemekaran daerah. Kenapa disebut tak resmi?Karena tidak ada kebijakan tertulis, namun prakteknya pemekaran daerah terhambat. Alasanya apa? PP teknisnya belum ada, lebih tepatnya tidak dibuat-buat.
Hemat saya, itu bukan alasan sebenarnya. Dengan pemekaran, maka akan menambah biaya pegawai, dll. Bayangkan, sudah lebih dari 100 Daerah Otonomi Baru yang diajukan. Kalau itu lolos jadi DOB, dengan biaya Rp 1 Triliun per DOB x 100. Maka uang yang akan keluar membengkak menjadi Rp 100 Triliun. Uangnya dari mana?
Sekarang saja Menkeu memotong Rp 65 Triliun anggaran daerah. Dampaknya seluruh daerah defisit, semua pemda dan kontraktornya merasa seperti akan kiamat. Biaya untuk PEMDA yang ada saja di potong, masak mau bikin PEMDA baru yang akan menambah biaya? Kalaupun Mendagri terpaksa setuju ada DOB, pusat mewacanakan, biaya DOB seratus persen dari daerah induk yang dimekarkan.
Karena itu, untuk DOB baru, jangan berharap dalam 2 atau 3 tahun ke depan akan lolos. Bahasa kasarnya, apa mungkin suatu keluarga menambah istri muda atau tambah anak, saat penghasilan defisit?
Pemerintahan Jokowi sedang berusaha mendongkrak target pendapatan negara. Tapi, tengoklah struktur APBN 2015 pendapatan di patok Rp 1.761,6 Triliun dan APBN P 2016 sebesar Rp 1.848 Triliun. selisih Rp 87 Triliun alias 5 persen.
Target kenaikan 5 persen sebenarnya wajar. Yang tidak wajar adalah kondisi perekonomian global sedang tiarap. Dari harga BBM turun drastis, termasuk komoditas lainya misal batubara, gas, CPO, dll. Ini membuat efek berganda dengan kelesuan ekonomi.
Kalau ekonomi lesu, maka pajak dan pendapat negara non pajak otomatis lesu. Menaikan target pendapat negara di saat ekonomi global lesu, seperti menyuruh lembur karyawan yang lagi sakit. Si karyawan yang sakit bisa masuk kerja saja sudah syukur-syukur. Atau seperti menyuruh sopir laju di saat jalan lagi hujan. Beresiko, bukannya cepat sampai tujuan, tapi bisa-bisa masuk jurang.
Menaikan target APBN juga berdampak pada kenaikan APBD. Mengapa? APBD di buat berdasar atau berasal dari asumsi dana bagi hasil, dana pajak, dana cukai, DAU, DAK dll. 
Dengan asumsi tinggi, maka daerah juga membuat APBD dengan asumsi tinggi. Setinggi berapa, tergantung kesepakatan TAPD (Tim Anggaraan Pemerintah Daerah) dan DPRD setempat.
Bila optimis, daerah APBD nya di anggarkan 100 persen sesuai asumsi dari pusat. Ini di lakukan oleh KUKAR, yang defisitnya lebih dari Rp 2 Triliun.
Ada yang sedang sedang saja, hanya 80 persen, dan ada yang pesimis di bawah 70 persen.
APBD Kutim sebenarnya sudah di desain pesimis, hanya 70 persen dari asumsi pusat. Itu pun kenyataanya sekarang, masih defisit akumulasi sebesar Rp 1,4 Triliun. Bayangkan kalau asumsi 100 persen, defisit APBD Kutim bisa lebih dari Rp 2 Triliun.
Dengan pelbagai hal tersebut di atas, hemat saya:
  1. Bagi siswa / mahasiswa / honorer umum, jangan berharap di waktu dekat menjadi PNS. Bila mungkin cobalah bergaul dan berlatih wirausaha sedini mungkin, walau kecil-kecilan. Kalau telaten lama-lama jadi besar, karena yang besar di dunia ini awalnya dari yang kecil-kecil. 
  2. Bagi PNS / Pejabat, mulailah berinvestasi yang produktif di luar atau tidak terkait dengan jabatanya. Karena mutasi, efesiensi jabatan bisa sewaktu-waktu terjadi.
  3. Bagi Pejabat / Politisi yang berharap DOB baru, lebih baik bersabar dan dipersiapkan syarat-syarat teknis, jangan berharap terjadi dalam waktu dekat. Namun, bila krran DOB di buka, sudah pada siap.                                            
  4. Bagi PEMDA Kutim, perlu melobi pusat, agar kue pembangunan infrastruktur juga di rasakan di Kutim. Kalau kabarnya Bontang akan dapat jatah pembangunan Kilang senilai Rp 100 Triliun, Kutim bila mungkin kebagian pembangunan sumber listrik dan sarana penunjangnya.
Pak Jokowi juga membuat kebijakan TAX AMNESTY, kelihatanya berhasil. Dengan Tax Amnesty berhasil semoga membuat optimis baru bagi pelaku usaha dan pendapatan pajak negara bisa tercapai, agar Negara ke depan maju, dan sekarang tidak terlalu terasa nyeri.
PIKIRANKOE, Oktober 2016
Uce Prasetyo 

0 komentar:

Posting Komentar